Cara Menjadi Psikiater ~ Pernah dengar profesi psikiater? Profesi yang sering disamakan dengan psikolog. Padahal nyatanya, keduanya sangatlah berbeda. Seringkali orang kebingungan harus dibawa ke manakah jika mengalami gangguan kesehatan mental?
Psikiater mendiagnosis melalui ilmu kedokteran fisik. Karena psikiater adalah dokter medis. Psikiater menjadi “ahlinya” dalam kondisi kejiwaan rumit, seperti depresi mayor (berat), gangguan bipolar, schizophrenia, hingga mereka yang mencoba bunuh diri.
Syarat Menjadi Psikiater
Apakah Anda berminat menjadi psikiater? Tidak semua provinsi di Indonesia memiliki psikiater, padahal sangat dibutuhkan mengingat kondisi mental masyarakat masa kini, banyak yang kacau. Adapun syarat untuk menjadi seorang psikiater, di antaranya:
- Lulusan pendidikan S1 Kedokteran dan pendidikan profesi Kedokteran.
- Mengikuti Uji Kompetensi Dokter Indonesia dan memperoleh Sertifikat Kompetensi Dokter.
- Telah diangkat sumpah dokter.
- Sudah menjalani internship.
- Lulus pendidikan keprofesian atau spesialis kedokteran jiwa.
- Mengambil program atau pelatihan spesialisasi tambahan, seperti psikiater anak, remaja, forensik dan psikosomatis.
Jurusan untuk Menjadi Psikiater
Tidak seperti Psikolog, yang cukup menempuh pendidikan Strata Satu Psikologi. Untuk menjadi psikiater, Anda harus lulus Strata Satu di Kedokteran. Sebelumnya, Anda harus merupakan lulusan SMA jurusan IPA.
Setelahnya lulus Kedokteran, harus mengikuti PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) selama kurang lebih 4 tahun atau 8 semester. Karena nantinya psikiater akan memiliki gelar “dr.” dan “Sp.KJ”.
- Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa, UGM
- Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa, UAD Yogyakarta
- Prodi Psikiatri, UNDIP Semarang
- Prodi Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa, UNS Solo
- Prodi Psikiatri, UNAIR Surabaya
- Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa, UI
- Prodi Dokter Spesialis-1 Psikiatri, UNPAD Sumedang
- Prodi Psikiatri, UNUD Bali
- Prodi Psikiatri, USU Medan
- Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa, UNHAS Makassar
Cara menjadi Psikiater Anak yang Baik
Untuk menjadi psikiater anak yang baik, Anda perlu:
1. Memahami psikis anak-anak
Memahami psikis anak-anak adalah hal pertama yang harus dilakukan sebelum menjadi psikiater anak. Karena kita akan selalu berhubungan dengan anak-anak yang mempunyai masalah pada mental mereka.
2. Memahami kebutuhan anak-anak
Pendekatan pada orang dewasa dengan anak-anak sangat berbeda, kita harus bisa menjadi seorang teman yang dibutuhkan mereka sehingga mereka dapat terbuka pada kita.
3. Dapat berkomunikasi baik dengan anak-anak
Komunikasi dengan anak-anak berbeda dengan yang dilakukan pada remaja atau dewasa. Sehingga cara berkomunikasi kepada anak-anak harus membuatnya tidak takut dengan Anda sebagai psikiater, yang notabene bukan keluarganya.
4. Mampu menganalisis
Psikiater anak yang baik, terlebih dahulu akan mendiagnosis gangguan kesehatan mental yang terjadi pada anak. Dengan melihat gejalanya, bagaimana kerja otak dan atau syarafnya dan sebagaimana melalui ilmu kedokteran.
5. Menentukan solusi terbaik
Setelah mendiagnosa, psikiater memiliki hak dan tanggung jawab dalam memberikan dan menentukan terapi dan atau pengobatan yang tepat untuk gangguan kesehatan mental anak tersebut.
Alasan Seseorang menjadi Psikiater
Apa alasan Anda yang ingin atau telah menjadi psikiater? Apa ada di antara alasan berikut ini?
- Ketertarikan pada bagaimana pikiran manusia, kinerja otak dan hal lain yang berkaitan dan relasinya dengan tubuh.
- Prospek kerja bagus, karena psikiater di Indonesia masih sangat terbatas, baik di rumah sakit pemerintah maupun swasta.
- Bisa praktek mandiri.
- Gaji tinggi. Di Indonesia, psikiater rata-rata bergaji Rp 8.000.000 sampai Rp 12.000.000.
- Bisa menjelajahi karir lain, sebagai penulis, narasumber (pembicara), dosen atau peneliti di bidang kesehatan jiwa.
- Bisa membantu dan atau menolong orang lain.
- Dapat ikut serta dalam program pemerintah terkait kesehatan jiwa atau mental.
- Karena memiliki kepribadian atau sikap yang relevan (berjiwa melayani, tertarik pada penanganan gangguan mental dan perilaku, sensitivitas masalah, analitis dan lainnya).